06 Maret 2009

Dangdut Koplo; selayang pandang




Inilah salah satu genre musik terbaru yang akhirnya disebut sebagai dangdut koplo (Mengapa dinamai koplo ya? Padahal koplo berkonotasi negatif, yaitu zat aditif yang terlarang, pil koplo).

Sang fenomenal…demikian fakta aktualnya. Tidak muda tidak tua, yang kecil maupun yang dewasa, bergender pria atau wanita, bergelar priyayi atawa jelata, semua kesengsem dengan kehadiran musik dangdut yang konon kelahirannya dibidani oleh para ‘maestro’ musik dari ranah Jawa Timur. Meski hard listening, namun ritmenya terasa dinamis, riang serta rancak sehingga memacu adrenalin untuk mengiringnya dengan berjoged berjingkrak-jingkrak. Asyik…assoy geboy…fly… Ditambah nilai plus kejelitaan dan kemolekan wajah ayu para biduanita, dengan goyang dahsyatnya sebagai bumbu penyedap mata sewaktu beraksi di panggung, menjadikan setumpuk alasan mengapa musik ini laku, acceptable, touching heart dan memabukkan para maniak-nya .

Bisa jadi inilah trik dan terobosan ‘mengejutkan’ dari para musikus dangdut untuk menyiasati tren dunia musik yang menghendaki adanya pembaharuan yang kontinyu. Di kala musik dangdut jenuh dengan corak pakemnya, dengan indikasi mandegnya launching lagu-lagu dangdut terbaru dan lambatnya regenerasi artis dangdut di kancah musik Indonesia, revolusi yang dibawa dangdut koplo pun terbilang ‘menyihir’. Meski sebagian besar lagu-lagu yang di’koplo’kan adalah jiplakan dan mengekor dari lagu penyanyi/ grup band lain yang dimodifikasi genrenya, nyatanya aliran musik ini cepat memperoleh kepopuleran dan nancep di hati pendengarnya, meski hanya terbatas di kawasan Jawa Timur dan Pantura Timur Jawa Tengah.

Imbasnya, banyak artis dan orkes melayu (OM) yang ikut terangkat derajat kehidupannya, melejit bersama ke-fenomenal-an dangdut koplo itu sendiri. Sejauh ini yang kondang kita kenal adalah OM New Pallapa dari Sidoarjo, OM Sera dari Gresik, OM Monata dari Pasuruan, dan OM Rass dari Bumi Kartini, Jepara. Bintang pentas dan diva panggung ‘dadakan’ pun bermunculan, nama-nama seperti Brodin, Agung, Shodiq, Dwi Ratna, Lilin Herlina, Vivi Rosalita, Ratna Antika, Gayuh Rakasiwi, Tya Agustin, Evi Puspitasari, Lusiana Safara, Anjar Agustin, Nena Fernanda, dan Denis Arista, yang siap bergoyang menuntaskan animo masyarakat yang haus akan hiburan musik dangdut. Aku yakin, pasti banyak yang tak kenal dengan ‘makhluk permusikan’ di atas sebelum ‘turunnya’ sang fenomenal ini. Dan konon kabarnya Inul Daratista dan Dewi Persik yang sukses melanglang buana menembus papan atas artis ibukota adalah jebolan sekolah ASDK (Akademi Seni Dangdut Koplo).

Lagu-lagu yang diaransemen ulang pun bukan tebang pilih. Pelbagai tembang bisa di versi koplo-kan. Mulai lagu jaman dulu hingga lagu terbaru, tembangnya Tetty Kadi hingga Shanty, Kalau Bulan Bisa Ngomong hingga Kucing Garong, lirik gubahan Rhoma Irama hingga Katon Bagaskara, Favourites Band hingga Kangen Band, bahkan Campursari hingga Pop Melodi. Bukan itu saja, lagu-lagu western oldiesh, pop maupun rock dengan segala variannya tak sulit untuk di’pleset’kan.

Bukti nyata bahwa dangdut koplo kaya akan improvisasi aransemen dengan beragam sentuhan permainan rythim serta melodi, terlebih ‘gebukan maut’ kendang cs, menciptakan warna musik yang khas, riang ceria, segar dan membumi. Lagu yang dinyanyikan baik secara solo maupun duet, saduran maupun orisinal dangdut koplo semacam Kere Munggah mBale, Slenco, SMS, Tragedi Tali Kutang, Kucing Garong, Misscall, Turu Nang Dadane, Karmila, Bibir Louhan, Manten-Mantenan, Sahara, Kandungan, Sir Gobang Gosir, Mlebes, Banyu Kali, Syahdu, Ketahuan, Puspa, Heaven, Leyeh-leyeh, Bokong Semok, Bunga Desa (Raib), Jambu Alas dll tak asing menyapa gendang telinga. Andai ada top ten hit list tembang populer di daerah, pastilah dijejali oleh lagu-lagu koplo.

Kalau aku boleh berintermezzo, dengan berpura-pura menjadi pengamat musik sekelas Bens Leo, merasai dan menikmati berbagai macam lagu yang pernah kudengarkan, didapat satu konklusi penggolongan tipe warna dangdut koplo yaitu “Hardcore Koplo” dan “Shocking Koplo”. Ciri “Hardcore Koplo” adalah pukulan kendang yang bertubi-tubi yang dilakukan sejak intro lagu dimulai. Jadi orang bakal ngeh kalau sejak awal itu adalah lagu dangdut koplo, semisal pada lagu Welcome to My Paradise-nya Nena Fernanda dan Banyu Kali yang dinyanyikan Evi Puspitasari . Lain halnya dengan “Shocking Koplo”, yang dinamai demikian karena mengejutkan. Orang tidak paham kalau tembang yang dibawakan tersebut sejatinya dangdut koplo, karena ketika start lagu tersebut dibawakan sama mirip dengan lagu asli, semisal lagu duetnya Shodiq dan Dwi Ratna membawakan lagu berjudul Syahdu dan Sahara yang dibawakan oleh Brodin. Pertama-tama lagu dibawakan plek dengan versi aslinya, tapi setelah reffrain, irama lagu berubah drastis, ritme dan tempo lagu pun meningkat setelah pukulan kendang yang menghentak-hentak sampai akhir lagu. (Maaf, bagi yang belum pernah mendengar lagu tersebut di atas, silahkan hubungi PKL VCD terdekat.)